Kamis, 03 Juli 2014
Selasa, 01 Juli 2014
Pendahuluan
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009). Kawasan Industri ini memunculkan berbagai aktivitas baik untuk kegiatan produksi dan distribusi maupun kegiatan para pekerja. Sehingga kegiatan perindustrian sangat erat kaitannya dengan kegiatan hunian untuk para pekerja. Setiap aktivitas pekerja memunculkan pergerakan, dan tujuan rutin pergerakan yaitu dari lokasi industri menuju lokasi tempat tinggal. Jika lokasi tempat tinggal dan lokasi industri dapat terintegrasi dengan baik, pergerakan dapat dilakukan secara efisien.
Kedungsepur merupakan Kawasan Strategis Nasional di Jawa Tengah yang direncanakan sebagai pusat pertumbuhan nasional. Dimana dengan keterkaitan antar wilayah dalam Kedungsepur, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah. Kawasan Kedungsepur merupakan sebuah kawasan metropolitan yang berbasis industri. Adanya kegiatan utama industri akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Kawasan Kedungsepur. Namun pengkonsentrasian kegiatan yang masih terfokus pada Kota Semarang dapat dilihat dari besarnya kontribusi Kota Semarang dalam PDRB Kedungsepur yaitu sebesar 55%. Ini menunjukkan bahwa masih terjadi ketimpangan dalam pertumbuhan perekonomian antar wilayah di Kedungsepur.
Kabupaten Kendal sebagai salah satu wilayah yang tergabung dalam Kedungsepur merupakan wilayah yang memiliki kegiatan perindustrian, dimana menyumbangkan kontribusi sebesar 28% dalam PDRB Kedungsepur. Sedangkan untuk Kabupaten Kendal sendiri, sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB. Sehingga dapat diketahui bahwa sektor industri di Kabupaten Kendal sangat menjanjikan karena lokasinya yang strategis dekat dengan pelabuhan, dilalui jalur pantura, memiliki keterkaitan perekonomian dengan tergabung dalam Kedungsepur.
Kecamatan Kaliwungu sebagai sebuah kecamatan yang kondisi eksistingnya terdapat beberapa lokasi perindustrian. Namun kegiatan perindustrian ini masih banyak yang belum terintegrasi dengan kegiatan permukiman pekerjanya. Masih terdapat pekerja yang melakukan kegiatan commuter menuju lokasi kerja di Kendal dari berbagai wilayah di sekitar Kendal. Ini menimbulkan inefisiensi pergerakan pekerja. Oleh karena itu, dalam laporan ini akan diusung sebuah kawasan industri yang terdiri dari blok industri dan blok permukiman yang saling terintergrasi. Adapun konsep yang akan diangkat adalah “Integrated Eco-balance Industrial”. Blok indrustri yang akan didesain berupa industri kayu lapis dan permukiman yang akan didesain berupa permukiman untuk pekerja industri. Permukiman yang berusaha didesain adalah permukiman yang terjangkau dan disertai dengan berbagai sarana serta prasana yang menciptakan kehidupan bagi pekerja pabrik dan penduduk sekitar yang lebih baik. Karena lokasi yang berdekatan dengan lokasi industri, lingkungan yang hijau menjadi hal yang penting karena dapat menjadi barrier yang menjembatani kegiatan perindustrian dan permukiman. Namun integrasi antar lokasi permukiman dan industri menjadi sangat penting, dengan sistem transportasi yang terhubung kedua lokasi ini dapat saling berkembang secara sinergis.
Konsep Kawasan Permukiman Industri Java Plywood Center
Justifikasi Konsep Permukiman Mikro
Konsep perancangan pada
wilayah permukiman adalah Affordable
Green Networking. Konsep affordable (terjangkau)
berkaitan dalam pengadaan perumahan di industri yaitu perumahan terjangkau yang
diperuntukkan bagi buruh industri di kawasan tersebut. Seperti yang telah
diketahui bahwa kondisi perekonomian buruh industri tergolong dalam menengah ke
bawah atau memiliki daya beli yang rendah. Selain itu, penyediaan perumahan
terjangkau dinilai masih kurang di pasaran. Hal tersebut menjadikan masyarakat
berpenghasilan rendah kesulitan dalam mengakses perumahan terjangkau. Sehingga
penyediaan perumahan terjangkau ini selanjutnya dapat mengakomodasi kebutuhan
rumah bagi para buruh industri tersebut.
“AFFORDABLE
GREEN
NETWORKING”
|
Affordable
Green Networking merupakan
konsep yang pembangunan yang berbasis lingkungan dengan menekankan pula
pembangunan yang compact dan terintegrasi, serta mempertimbangkan
keterjangkauan. Konsep di wilayah mikro ini tentu sangat mendukung smarth
growth yang merupakan konsep messo, dimana smarth growth juga merupakan konsep
pembangunan yang berbasis lingkungan dan menekankan adanya integrasi yang baik
antar fungsi kawasan. Dengan demikian, keseluruhan konsep baik yang berada di
wilayah mikro maupun messo akan sangat mendukung pembangunan kawasan industri
yang berkelanjutan atau sustainable industrial development yang merupakan
konsep besar yang mencakup wilayah makro.
Indikator Konsep Permukiman Mikro
Indikator konsep mikro
permukiman “Affordable Green Networking”
merupakan turunan dari prinsip konsep “Smart
Industrial Development”. Terdapat 7 prinsip yang menjadi indikator dalam
penerapan konsep mikro permukiman, yaitu :
A.
Mixed
land used
§ Terciptanya
kawasan permukiman yang efisien penggunaan lahan dan penyediaan sarana
prasarana dengan adanya prinsip mix land used.
B.
Cost
effetiveness
§ Tersedianya
perumahan tipe 21 dengan luas lantai bangunan 21 m2 yang dapat
dijangkau oleh buruh industri.
C.
Compact
building
§ Terciptanya
kawasan permukiman yang memiliki aktifitas terpusat dan efisiensi dalam
penggunaan lahan.
§ Terciptanya
efisiensi dalam penyediaan sarana dan prasarana.
D.
Preserve
open space
· Terciptanya
green belt sebagai barrier antara
kawasan permukiman dan industri.
· Terciptanya
ruang terbuka hijau (RTH) pasif dan aktif sebesar 30% dari luas kawasan
permukiman.
E.
Sense
of place
§ Terbentuknya
suatu landmark yang dapat menciptakan suasana ciri khas dari kawasan
permukiman.
F.
Wakable
Neighborhood
§ Terciptanya
aktivitas jalan kaki karena pembangunan kawasan yang compact.
§ Tersedianya
jalur non motorized yang ditujukan untuk mengakomodasi pejalan kaki dan
pesepeda.
G.
Multiple
transportations
§ Tersedianya
shelter bus sebagai titik pergantian moda transportasi kawasan industri dan
permukiman.
§ Tersedianya
transportasi massal yang nyaman, efektif, dan ramah lingkungan.
Penerapan Konsep Permukiman Mikro
Berdasarkan konsep
perancangan pada kawasan permukiman yaitu Affordable
Green Networking yang merupakan turunan dari konsep Smart Industrial Development ,
maka dapat diturunkan beberapa penerapan antara lain :
A.
Efisiensi penggunaan lahan dan sarana prasarana
Efisiensi penggunaan lahan dan sarana prasarana
termasuk dalam salah satu prinsip Smart
Growth yaitu prinsip Compact.
Kaitannya dengan konsep Affordable adalah
dengan menerapkan efisiensi penggunaan lahan dan sarana prasarana maka biaya
pembangunan akan minimal.
B. Penyediaan rumah terjangkau
Bentuk penyediaan rumah
terjangkau ini adalah dengan menyediakan perumahan tipe 21 yaitu dengan luas
tanah sebesar 72 m2 dan luas lantai bangunan 21 m2, yang
dapat diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah utamanya buruh industri.
C. Penyediaan titik pergantian
angkutan kawasan permukiman – industri (halte angkutan)
Dalam hal menghubungkan
kawasan permukiman dan kawasan industri maka di wilayah perancangan akan
disediakan halte angkutan umum sebagai titik pergantian bus dari dan keluar permukiman. Sedangkan untuk
sarana bus sendiri akan disediakan oleh kawasan industri, dimana bus tersebut
akan beroperasi di 2 kawasan. Penyediaan sarana transportasi di kawasan
permukiman dan industri dimaksudkan untuk meminimalisasi biaya transportasi
buruh industri dan untuk mempermudah mobilisasi warga tersebut untuk menuju
lokasi kerja.
D.
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (Aktif dan Pasif)
Ruang terbuka hijau yang akan direncanakan adalah
berupa green belt di kawasan
permukiman sebagai upaya untuk menimimalisasi kebisingan dan menyerap polutan.
E.
Penyediaan jalur non-motorize
Jalur non-motorize
yang akan disediakan adalah berupa pedestrian
ways dan jalur khusus sepeda. Penyedian jalur non-motorize ditujukan untuk mengakomodasi pejalan kaki dan pesepeda
yang ada di kawasan permukiman.
F.
Menciptakan Ciri
Khas Kawasan (Landmark)
Pembuatan
Landmark kawasan dimaksudkan untuk memberikan kesan khas yang timbul dari
perumahan atau hunian. Landmark yang
terdapat pada hunian perencanaan adalah berupa patung.
Penerapan konsep tersebut disesuaikan dengan
permasalahan yang terdapat di kawasan perancangan. Masing-masing permasalahan
akan diselesaikan dengan indikator-indikator konsep yang telah ditentukan.
Konsep Kawasan Industri Java Plywood
Konsep
Mikro Segmen 2
Segmen 2 merupakan
wilayah yang memiliki lokasi paling strategis diantara 2 segmen lainnya. Letaknya
yang berada diantara segmen 1 dan segmen 3 serta dilalui oleh jalan menuju
pelabuhan Kendal memberikan keuntungan lebih dalam pengembangan industri karena
bisa mempermudah proses distribusi bahan baku ataupun bahan hasil produksi.
Dalam pengembangan kawasan permukiman, konsep yang diusung oleh kawasan
industri dan permukiman adalah “Integrated-Eco Balance Industrial” dengan turunan konsep untuk zona industri adalah “Accessible and Eco-Balance Industrial
Centre” sedangkan zona perumahan memiliki konsep “Affordable Green-Netwoking” dalam menunjang Kawasan Industri
segmen 2.
Pemilihan kedua konsep
tersebut didasarkan pada potensi dan permasalahan, identifikasi karakteristik
wilayah serta pemenuhan akan kebutuhan kawasan permukiman bagi pekerja industri
dengan tetap mempertimbangkan ekologi lingkungan. Tidak ada konsep khusus yang
menyatukan kawasan industri ataupun permukiman. Namun baik kawasan industri
ataupun kawasan permukiman memiliki keterkaitan atau integrasi satu sama lain,
terutama dalam hal transportasi dan keseimbangan ekologi. Networking – Accessible merupakan konsep utama yang diusung baik
oleh kawasan industri ataupun permukiman.
Transportasi, menjadi
hal utama yang akan diintegrasikan satu sama lain dalam pengembangan kawasan
segmen 2. Baik kawasan industri dan kawasan permukiman saling mendukung dalam
hal transportasi. Transportasi umum menjadi hal utama pengembangan integrasi
kawasan permukiman – industri. Para pekerja, baik yang menghuni di kawasan
permukiman yang telah disediakan ataupun pekerja yang melakukan commuter nantinya akan menggunakan
trasnportasi umum. Selain mengurangi pemakaian kendaraan motorize pribadi, juga untuk menghindari terciptanya titik
kemacetan baru.
Kawasan permukiman
segmen 2 dikembangkan guna memenuhi kebutuhan rumah bagi para pekerja kawasan
industri. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kawasan permukiman akan
menyediakan jumlah rumah lebih dari jumlah pekerja guna mengatasi ledakan
penduduk yang diprediksikan akan terjadi dikemudian hari karena pengembangan
kawasan industri di Kecamatan Kaliwungu. Perumahan yang direncanakan juga
merupakan perumahan dengan harga terjangkau dengan tipe sederhana untuk pekerja
industri. Sehingga dengan penghasilan yang mereka, mereka bisa memiliki rumah
tersebut.
Selain itu, baik kawasan
permukiman ataupun kawasan industri sama-sama mengutamakan efisiensi penggunaan
lahan, menggunakan lahan dengan seefisien mungkin dalam pembangunan, sehingga
aspek ekologi lingkungan dapat tetap terjaga guna menjaga kelestarian dan
keseimbangan ekosistem.
Justifikasi Konsep Industri Mikro
Pada
delineasi kawasan Industri di Kecamatan Kaliwungu Kendal adalah kawasan yang
dikembangkan untuk perkembangan industri Kendal. Pada bagian central kawasan
industri dilewati jalan menuju pelabuhan yang akan menjadi akses utama kawasan
industri menuju pelabuhan Kendal. Sehingga pada kawasan sentral perlu dirancang
sebaik mungkin untuk menampung lalu lintas truk barang untuk mendistribusikan
hasil industri.
Jenis
industri yang akan dikembangkan adalah industri Kayu Lapis yang memiliki limbah
cukup berbahaya sehingga konsep yang diterapkan adalah antisipasi dalam
pengolahan limbah. Limbah serbuk kayu akan di olah kembali menjadi furniture,
sedangkan limbah cairnya akan diolah dan dinetralkan sebelum dibuang agar tetap
ramah lingkungan.
Indikator Konsep Mikro
Adapun indikator dari
konsep yang diusung baik oleh kawasan permukiman ataupun kawasan industri adalah
:
1.
Tersedianya shelter di setiap kawasan, baik kawasan permukiman ataupun industri
sebagai titik pergantian bus untuk transit pekerja.
2.
Efisien dalam penggunaan lahan dengan
tetap mempertahankan aspek ekologi lingkungan, ditunjukkan dengan tetap mempertahankan
komposisi 30 : 70 = RTH : Terbangun. Selain itu juga dengan pembuatan green belt di dua kawasan.
3.
Tersedianya jalur bagi pejalan kaki, baik
di kawasan industri ataupun kawasan permukiman didukung dengan kondisi asri
bagi pejalan kaki dan permukiman.
Konsep Industri Mikro
Zona
industri akan menerapkan konsep pengembangan industri Accessible and Eco-Balance
Industrial Centre yang mengusung point accessible dan Eco-Balance, berikut
penjelasannya.
·
Accessible
Menurut Black (1981) Aksesibilitas
adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan
berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai
melalui transportasi. Menurut Magribi bahwa aksesibilitas adalah ukuran
kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan
antara tempat-tempat atau kawasan dari sebuah sistem (Magribi, 1999).
Tingkat
aksesibilitas dapat dilihat dari banyak sedikitnya jaringan yang tersedia.
Semakin banyak jaringan semakin mudah aksesibilitasnya. Selain itu tingkat
aksesibilitas diukur berdasarkan ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat
transportasi, panjang, lebar, dan kualitas jalan. Aksesibilitas ini diharapkan
dapat mengatasi beberapa hambatan mobilitas, misalnya dalam kawasan
perindustrian kemudahan aksesibilitas dapat dilihat dari jaringan yang
menghubungkan dengan tempat distribusi. Kemudahan aksesibilitas dari kawasan
permukiman ke kawasan industri. Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya
aksesibilitas adalah topografi, morfologi, dan laut.
Kawasan industri ini terletak di lokasi
strategis yang dilewati jalan menuju pelabuhan, topografinya juga datar. Letak
kawasan ini juga berada di tengah-tengah industri kedua industri lainnya.
Sehingga kawasan ini memiliki potensi kemudahan aksesibilitas dalam mendistribusikan
hasil produksi ke pelabuhan maupun menuju permukiman karena jalannya yang lebar
dan kualitas yang baik.
·
Eco-Balance
Eco balance merupakan penurunan dari Konsep Eco Industrial Park (EIP), yang selanjutnya disebut Kawasan
Industri Ramah Lingkungan (KIRL) merupakan suatu pendekatan yang
mengintegrasikan kegiatan bisnis dan pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan
kinerja kawasan industri dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. EIP
didefinisikan sebagai pemusatan komunitas industri dan jasa dalam suatu
kawasan, yang saling bekerjasama dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya
(informasi, energi, air, bahan baku, infrastruktur dan lingkungan) untuk meningkatkan kinerja
lingkungan, ekonomi, dan sosial (Lowe, 2001).Ekologi adalah
ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan sesamanya dan makhluk hidup dengan komponen sekitarnya. Konsep-konsep
ekologi yang biasa diterapkan pada pembangunan adalah konsep pembangunan yang
ramah lingkungan. Pembangunan kawasan industri biasanya tidak lagi
memperhatikan kelestarian lingkungan karena para pengusaha lebih mementingkan profit oriented dengan memaksimalkan
pembangunan sehingga tidak ada lagi ruang terbuka hijau, selain itu pencemaran
limbah dan polusi tidak di perhatikan. Selain itu pengembangan kawasan industry
akan meningkatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak terkendali.
Maka dalam pengembangan kawasan industri ini akan
diterapkan konsep keseimbangan lingkungan seperti dengan pembuatan greenbelt
sehingga dapat mencegah ekspansi lahan pertanian, penerapan pengelolaan limbah
ramah lingkungan, menggunakan teknologi tinggi untuk mengurangi polusi udara
yang diakibatkan produksi kayu lapis.
Justifikasi Konsep Industri Mikro
Konsep
yang diusung adalah yang dapat menyelesaikan permasalahan di delineasi area
industri segmen 2 dan menngembangkan potensi yang terdapat pada kawasan
tersebut. Lokasi yang sangat strategis dengan melihat potensi jalan yang menuju
ke pelabuhan Kendal yang melintasi kawasan Industri. Jalan tersebut akan
menjadi akses utama bagi truk-truk pembawa hasil produksi dari berbagai
industri menuju ke pelabuhan untuk didistribusikan. Sehingga untuk menciptakan
akses yang mudah dan nyaman maka kami akan merancang kawasan Industri yang
aksesibel mudah dijangkau dari industri disekitarnya menuju ke pelabuhan.
Selain itu konsep aksesibel ini akan memberikan pelayanan bagi para pekerja
yang menempati perumahan pekerja di sebelah selatan kawasan Industri dengan
penyediaan bus karyawan dengan konsep TOD dari kawasan perumahan ke kawasan
Industri. Dalam mencapai konsep TOD akan ada penyediaan pedestrian ways di kawasan Industri.
Pengaplikasian
konsep eco-balance ini diharapkan
mampu mengatasi permasalahan lingkungan dengan adanya pengembangan kawasan
industri. Pembangunan kawasan industri di areal tersebut membutuhkan reklamasi
dari tambak menjadi bangunan gedung Industri sehingga harus memperhatikan daya
dukung lahan. Selain itu permasalahan limbah dan polusi udara sering diabaikan
oleh para investor industri, maka desain pembangunan ramah lingkungan akan
menyelesaikan permasalahan tersebut. Kedua konsep tersebut akan mendukung
konsep meso yaitu Smart Industrial
Development, serta otomatis akan mendukung konsep makro yaitu Sustainable Industrial Development.
Konsep Kawasan Industri Kedungsepur
Konsep
Makro
Konsep makro yang
diangkat dalam perancangan kawasan industri di Kedungsepur adalah Konsep Sustinable Industrial Estate Development dimana
kawasan industri selain ditujukan untuk mengangkat perekomian juga tetap
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Justifikasi Konsep Makro
Kawasan Kedungsepur
merupakan Kawasan Tertentu yang terdapat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN). Dengan demikian wilayah ini direncanakan sebagai pusat
pertumbuhan nasional guna mendorong terjadinya pertumbuhan wilayah secara lebih
optimal, maka diperlukan adanya kerjasama antar daerah di kawasan Kedungsepur.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam mendorong terjadinya kerjasama antar daerah
tersebut sangat diperlukan, diantaranya dengan menggali sektor-sektor potensial
lintas daerah. Sebagai akibat dari adanya keterkaitan antar daerah dalam
wilayah Kedungsepur adalah terjadinya aliran barang, jasa ataupun manusia yang
cukup besar. Terpusatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang menciptakan
kesenjangan ekonomi yang mencolok di Kawasan Kedungsepur.Kondisi yang demikian
dikarenakan keberadaaan pelabuhan internasional, bandara, dan stasiun kereta
api yang hanya terdapat di wilayah Kota Semarang.
Berdasarkan data PDRB
Kedungsepur Tahun 2005 menunjukkan Kota Semarang menyumbang Rp 16.361.862,38 atau
52,88% (Martono, 2008), sangat menunjukkan kesenjangan antara Kota Semarang
dengan wilayah disekitarnya. Industri menjadi salah satu sektor yang cukup
diminati di Kota Semarang, kapasitas produksi dan tingginya mobilitas di
kawasan industri meningkatkan jumlah industri dan permintaan akan lahan di Kota
Semarang. Tidak hanya industri, Kebutuhan akan lahan untuk kebutuhan permukiman
dan pelayanan publik membuat harga lahan di Kota Semarang semakin tinggi. Untuk
itu, pengembangan industri di Kota Semarang membutuhkan modal investasi yang
besar.
Dalam rangka menyiasati
kebutuhan investasi yang begitu besar guna pengembangan kawasan industri,
membuat pelaku industri memilih lahan di luar Kota Semarang yang relatif lebih
murah. Pemilihan lahan di luar Kota Semarang ini juga berdampak pada
pengurangan kepadatan kawasan industri yang ada. Selain itu juga bisa
mengarahkan investasi menuju kawasan lain di luar Kota Semarang, sehingga dapat
menjadi pemicu dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten lain di Kedungsepur
, yang secara langsung juga meningkatkan perekonomian Kedaungsepur.
Beberapa kriteria yang
dapat digunakan dalam menentukan kawasan industri baru adalah kawasan yang
memiliki aksesibilitas mudah didukung dengan lahan yang telah peruntukannya
sebagai pengembangan kawasan industri, serta murah dari segi investasi (UMR
rendah, telah tersedia sarana maupun prasarana penunjang, dan harga lahan
relatif murah). Oleh karena itu, dua wilayah yang paling tepat untuk dijadikan
lokasi pengembangan industri di luar kota Semarang yaitu Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Demak, berdasarkan pada kriteria yang telah disebutkan diatas.
Kawasan industri yang akan dikembangkan pada kedua kabupaten tersebut tentunya
memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) untuk menjaga keselarasan antara ekonomi,
sosial dan lingkungan. Sustainable
development merupakan suatu konsep berkelanjutan yang berusaha
menyelaraskan antara pertumbuhan ekonomi dan sosial dengan kelestarian alam dan
lingkungan. Sedangkan kawasan industri (industrial
estate) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Kota Semarang memiliki
topografi yang cenderung beragam sehingga pengembangan kawasan industri di
kabupaten ini tidak dapat dijadikan sebagai lokasi perindustrian berat seperti
pengolahan logam. Berbeda halnya dengan topografi Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Demak yang cenderung datar mendukung pengembangan industri berat di
dua kabupaten tersebut. Dengan kondisi yang demikian, Kota Semarang, Kabupaten
Demak, dan Kabupaten Kendal bisa saling berintegrasi dalam hal pengembangan
industri sehingga bisa saling terintegrasi satu sama lain.
Integrasi dalam hal ini
adalah adanya keterkaitan antar masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur pada
aktivitas perindustrian. Konsep sustainable
yang ada adalah suatu arahan dimana integrasi ataupun keterkaitan merupakan hal
utama dalam penyelenggaraan aktivtas industri agar dapat semakin memberikan
kontribusi dalam pengembangan kabupaten/kota di Kedungsepur.
Setiap kabupaten dan
kota dapat saling mendukung khususnya dalam hal mobilisasi aktivitas
perindustrian, baik distribusi bahan baku maupun hasil produksi. Integrasi
tersebut akan sangat nyata terlihat jika aktivitas perindustrian tersebut
terhubung oleh suatu jaringan infrastruktur seperti rel kereta, jalan,
pelabuhan, dan bandara. Pembangunan sarana dan prasarana di kabupaten/kota
Kedungsepur bukan lagi untuk internal wilayah kabupaten/kota itu sendiri,
tetapi juga harus mampu mendukung aktivitas perindustrian dari wilayah lain di
dalam Kedungsepur. Salah satu yang dapat diterapkan pada pengintegrasian
aktivitas perindustrian tersebut adalah konsep dry port. Penerapan konsep dry
port pada mobilisasi perindustrian merupakan hal yang sangat tepat untuk
semakin mengoptimalkan integrasi antar wilayah. Sebagai contoh, untuk
aktiivitas perindustrian dari Kabupaten Demak ataupun Grobogan dapat melalui pelabuhan
yang terdapat di Kota Semarang yang sebelum menuju pelabuhan tersebut
distribusi melalui jalur darat kereta api ataupun jalan sesuai yang terdapat di
masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian pelabuhan ataupun sarana dan
prasarana yang terdapat di Kota Semarang pun secara tidak langsung sudah
mendukung aktivitas perindustrian wilayah lain dan antara kabupaten/kota di
Kedungsepur dapat terintegrasi.
Didalam konsep Sustainable Industrial Estate Development, terdapat
tema utama yakni berupa Sustainable
Development yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui
pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, efisien, dan memperhatikan
keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi
yang akan datang (Kesepakatan global yg dihasilkan KTT Dunia di Rio de Janeiro
Brazil, 1992).
Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan penerapan konsep Sustainable
Industrial Estate Development, maka terdapat beberapa indikator yang harus
dicapai yakni:
1.
Terciptanya lingkungan yang livable,
sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal
dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik
aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek
non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi,dll);
2.
Terpenuhinya open space yang sesuai di kawasan industri dengan pengadaan
greenbelt pada kawasan industri dan ruang terbuka aktif dan pasif di kawasan
permukiman dengan luas total 30% dari kawasan;
3.
Terwujudnya lingkungan sehat dalam
mendukung pembangunan kawasan industri dengan menerapkan teknologi yang
meminimalisir polusi dan pengadaan sistem IPAL yang ramah lingkungan ;
4.
Tersedianya fasilitas untuk mengurangi
angka ketergantungan pada kendaraan pribadi dengan penerapan TOD untuk pekerja
pabrik yang tinggal di permukiman khusus industri;
5.
Terbentuknya suatu rancangan kawasan
industri yang mempunyai nilai estetika dengan perencanaan blok-blok kawasan
Industri yang terintegrasi dengan permukiman dengan suatu konsep yang sama;
6.
Terciptanya sirkulasi dan pergerakan
manusia, barang dan jasa yang mendukung aktivitas industri dengan perbaikan
atau penambahan jalur darat sehingga memperlancar pergerakan manusia dan
barang;
7.
Terwujudnya kinerja infrastruktur sesuai
Standar Ketersediaan Infrastuktur Kawasan Industri (Peraturan Menteri
Perindustrian RI No. 35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan
Industri) yang mendukung industri. Bentuknya dengan melengkapi kawasan industry
dengan infrastruktur jalan, listrik, IPAL, sanitasi, air bersih, persampahan,
drainase, telekomunikasi yang mendukung kegiatan industry serta kehidupan
sehari-hari masyarakat di perumahan;
8.
Meningkatnya kontribusi sektor industri
di PDRB pada masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur; serta
9.
Terciptanya integrasi dalam distribusi
barang di kawasan Kedungsepur melalui jalur darat dan laut dengan pengembangan dryport.
Langganan:
Postingan (Atom)