Konsep
Makro
Konsep makro yang
diangkat dalam perancangan kawasan industri di Kedungsepur adalah Konsep Sustinable Industrial Estate Development dimana
kawasan industri selain ditujukan untuk mengangkat perekomian juga tetap
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Justifikasi Konsep Makro
Kawasan Kedungsepur
merupakan Kawasan Tertentu yang terdapat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN). Dengan demikian wilayah ini direncanakan sebagai pusat
pertumbuhan nasional guna mendorong terjadinya pertumbuhan wilayah secara lebih
optimal, maka diperlukan adanya kerjasama antar daerah di kawasan Kedungsepur.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam mendorong terjadinya kerjasama antar daerah
tersebut sangat diperlukan, diantaranya dengan menggali sektor-sektor potensial
lintas daerah. Sebagai akibat dari adanya keterkaitan antar daerah dalam
wilayah Kedungsepur adalah terjadinya aliran barang, jasa ataupun manusia yang
cukup besar. Terpusatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang menciptakan
kesenjangan ekonomi yang mencolok di Kawasan Kedungsepur.Kondisi yang demikian
dikarenakan keberadaaan pelabuhan internasional, bandara, dan stasiun kereta
api yang hanya terdapat di wilayah Kota Semarang.
Berdasarkan data PDRB
Kedungsepur Tahun 2005 menunjukkan Kota Semarang menyumbang Rp 16.361.862,38 atau
52,88% (Martono, 2008), sangat menunjukkan kesenjangan antara Kota Semarang
dengan wilayah disekitarnya. Industri menjadi salah satu sektor yang cukup
diminati di Kota Semarang, kapasitas produksi dan tingginya mobilitas di
kawasan industri meningkatkan jumlah industri dan permintaan akan lahan di Kota
Semarang. Tidak hanya industri, Kebutuhan akan lahan untuk kebutuhan permukiman
dan pelayanan publik membuat harga lahan di Kota Semarang semakin tinggi. Untuk
itu, pengembangan industri di Kota Semarang membutuhkan modal investasi yang
besar.
Dalam rangka menyiasati
kebutuhan investasi yang begitu besar guna pengembangan kawasan industri,
membuat pelaku industri memilih lahan di luar Kota Semarang yang relatif lebih
murah. Pemilihan lahan di luar Kota Semarang ini juga berdampak pada
pengurangan kepadatan kawasan industri yang ada. Selain itu juga bisa
mengarahkan investasi menuju kawasan lain di luar Kota Semarang, sehingga dapat
menjadi pemicu dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten lain di Kedungsepur
, yang secara langsung juga meningkatkan perekonomian Kedaungsepur.
Beberapa kriteria yang
dapat digunakan dalam menentukan kawasan industri baru adalah kawasan yang
memiliki aksesibilitas mudah didukung dengan lahan yang telah peruntukannya
sebagai pengembangan kawasan industri, serta murah dari segi investasi (UMR
rendah, telah tersedia sarana maupun prasarana penunjang, dan harga lahan
relatif murah). Oleh karena itu, dua wilayah yang paling tepat untuk dijadikan
lokasi pengembangan industri di luar kota Semarang yaitu Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Demak, berdasarkan pada kriteria yang telah disebutkan diatas.
Kawasan industri yang akan dikembangkan pada kedua kabupaten tersebut tentunya
memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) untuk menjaga keselarasan antara ekonomi,
sosial dan lingkungan. Sustainable
development merupakan suatu konsep berkelanjutan yang berusaha
menyelaraskan antara pertumbuhan ekonomi dan sosial dengan kelestarian alam dan
lingkungan. Sedangkan kawasan industri (industrial
estate) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Kota Semarang memiliki
topografi yang cenderung beragam sehingga pengembangan kawasan industri di
kabupaten ini tidak dapat dijadikan sebagai lokasi perindustrian berat seperti
pengolahan logam. Berbeda halnya dengan topografi Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Demak yang cenderung datar mendukung pengembangan industri berat di
dua kabupaten tersebut. Dengan kondisi yang demikian, Kota Semarang, Kabupaten
Demak, dan Kabupaten Kendal bisa saling berintegrasi dalam hal pengembangan
industri sehingga bisa saling terintegrasi satu sama lain.
Integrasi dalam hal ini
adalah adanya keterkaitan antar masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur pada
aktivitas perindustrian. Konsep sustainable
yang ada adalah suatu arahan dimana integrasi ataupun keterkaitan merupakan hal
utama dalam penyelenggaraan aktivtas industri agar dapat semakin memberikan
kontribusi dalam pengembangan kabupaten/kota di Kedungsepur.
Setiap kabupaten dan
kota dapat saling mendukung khususnya dalam hal mobilisasi aktivitas
perindustrian, baik distribusi bahan baku maupun hasil produksi. Integrasi
tersebut akan sangat nyata terlihat jika aktivitas perindustrian tersebut
terhubung oleh suatu jaringan infrastruktur seperti rel kereta, jalan,
pelabuhan, dan bandara. Pembangunan sarana dan prasarana di kabupaten/kota
Kedungsepur bukan lagi untuk internal wilayah kabupaten/kota itu sendiri,
tetapi juga harus mampu mendukung aktivitas perindustrian dari wilayah lain di
dalam Kedungsepur. Salah satu yang dapat diterapkan pada pengintegrasian
aktivitas perindustrian tersebut adalah konsep dry port. Penerapan konsep dry
port pada mobilisasi perindustrian merupakan hal yang sangat tepat untuk
semakin mengoptimalkan integrasi antar wilayah. Sebagai contoh, untuk
aktiivitas perindustrian dari Kabupaten Demak ataupun Grobogan dapat melalui pelabuhan
yang terdapat di Kota Semarang yang sebelum menuju pelabuhan tersebut
distribusi melalui jalur darat kereta api ataupun jalan sesuai yang terdapat di
masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian pelabuhan ataupun sarana dan
prasarana yang terdapat di Kota Semarang pun secara tidak langsung sudah
mendukung aktivitas perindustrian wilayah lain dan antara kabupaten/kota di
Kedungsepur dapat terintegrasi.
Didalam konsep Sustainable Industrial Estate Development, terdapat
tema utama yakni berupa Sustainable
Development yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui
pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, efisien, dan memperhatikan
keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi
yang akan datang (Kesepakatan global yg dihasilkan KTT Dunia di Rio de Janeiro
Brazil, 1992).
Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan penerapan konsep Sustainable
Industrial Estate Development, maka terdapat beberapa indikator yang harus
dicapai yakni:
1.
Terciptanya lingkungan yang livable,
sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal
dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik
aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek
non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi,dll);
2.
Terpenuhinya open space yang sesuai di kawasan industri dengan pengadaan
greenbelt pada kawasan industri dan ruang terbuka aktif dan pasif di kawasan
permukiman dengan luas total 30% dari kawasan;
3.
Terwujudnya lingkungan sehat dalam
mendukung pembangunan kawasan industri dengan menerapkan teknologi yang
meminimalisir polusi dan pengadaan sistem IPAL yang ramah lingkungan ;
4.
Tersedianya fasilitas untuk mengurangi
angka ketergantungan pada kendaraan pribadi dengan penerapan TOD untuk pekerja
pabrik yang tinggal di permukiman khusus industri;
5.
Terbentuknya suatu rancangan kawasan
industri yang mempunyai nilai estetika dengan perencanaan blok-blok kawasan
Industri yang terintegrasi dengan permukiman dengan suatu konsep yang sama;
6.
Terciptanya sirkulasi dan pergerakan
manusia, barang dan jasa yang mendukung aktivitas industri dengan perbaikan
atau penambahan jalur darat sehingga memperlancar pergerakan manusia dan
barang;
7.
Terwujudnya kinerja infrastruktur sesuai
Standar Ketersediaan Infrastuktur Kawasan Industri (Peraturan Menteri
Perindustrian RI No. 35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan
Industri) yang mendukung industri. Bentuknya dengan melengkapi kawasan industry
dengan infrastruktur jalan, listrik, IPAL, sanitasi, air bersih, persampahan,
drainase, telekomunikasi yang mendukung kegiatan industry serta kehidupan
sehari-hari masyarakat di perumahan;
8.
Meningkatnya kontribusi sektor industri
di PDRB pada masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur; serta
9.
Terciptanya integrasi dalam distribusi
barang di kawasan Kedungsepur melalui jalur darat dan laut dengan pengembangan dryport.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar