Selasa, 01 Juli 2014

Pendahuluan

Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009). Kawasan Industri ini memunculkan berbagai aktivitas baik untuk kegiatan produksi dan distribusi maupun kegiatan para pekerja. Sehingga kegiatan perindustrian sangat erat kaitannya dengan kegiatan hunian untuk para pekerja. Setiap aktivitas pekerja memunculkan pergerakan, dan tujuan rutin pergerakan yaitu dari lokasi industri menuju lokasi tempat tinggal. Jika lokasi tempat tinggal dan lokasi industri dapat terintegrasi dengan baik, pergerakan dapat dilakukan secara efisien.

Kedungsepur merupakan Kawasan Strategis Nasional di Jawa Tengah yang direncanakan sebagai pusat pertumbuhan nasional. Dimana dengan keterkaitan antar wilayah dalam Kedungsepur, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah. Kawasan Kedungsepur merupakan sebuah kawasan metropolitan yang berbasis industri. Adanya kegiatan utama industri akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Kawasan Kedungsepur. Namun pengkonsentrasian kegiatan yang masih terfokus pada Kota Semarang dapat dilihat dari besarnya kontribusi Kota Semarang dalam PDRB Kedungsepur yaitu sebesar 55%. Ini menunjukkan bahwa masih terjadi ketimpangan dalam pertumbuhan perekonomian antar wilayah di Kedungsepur.

Kabupaten Kendal sebagai salah satu wilayah yang tergabung dalam Kedungsepur merupakan wilayah yang memiliki kegiatan perindustrian, dimana menyumbangkan kontribusi sebesar 28% dalam PDRB Kedungsepur. Sedangkan untuk Kabupaten Kendal sendiri, sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB. Sehingga dapat diketahui bahwa sektor industri di Kabupaten Kendal sangat menjanjikan karena lokasinya yang strategis dekat dengan pelabuhan, dilalui jalur pantura, memiliki keterkaitan perekonomian dengan tergabung dalam Kedungsepur.

Kecamatan Kaliwungu sebagai sebuah kecamatan yang kondisi eksistingnya terdapat beberapa lokasi perindustrian. Namun kegiatan perindustrian ini masih banyak yang belum terintegrasi dengan kegiatan permukiman pekerjanya. Masih terdapat pekerja yang melakukan kegiatan commuter menuju lokasi kerja di Kendal dari berbagai wilayah di sekitar Kendal. Ini menimbulkan inefisiensi pergerakan pekerja. Oleh karena itu, dalam laporan ini akan diusung sebuah kawasan industri yang terdiri dari blok industri dan blok permukiman yang saling terintergrasi. Adapun konsep yang akan diangkat adalah “Integrated Eco-balance Industrial”. Blok indrustri yang akan didesain berupa industri kayu lapis dan permukiman yang akan didesain berupa permukiman untuk pekerja industri. Permukiman yang berusaha didesain adalah permukiman yang terjangkau dan disertai dengan berbagai sarana serta prasana yang menciptakan kehidupan bagi pekerja pabrik dan penduduk sekitar yang lebih baik. Karena lokasi yang berdekatan dengan lokasi industri, lingkungan yang hijau menjadi hal yang penting karena dapat menjadi barrier yang menjembatani kegiatan perindustrian dan permukiman. Namun integrasi antar lokasi permukiman dan industri menjadi sangat penting, dengan sistem transportasi yang terhubung kedua lokasi ini dapat saling berkembang secara sinergis.

Design 3D Kawasan Industri JAVA PLYWOOD CENTER

Kawasan Permukiman 

                                                                   Kawasan Industri

Siteplan Kawasan Industri JAVA PLYWOOD CENTER


Siteplan Gabungan 3 Kawasan Industri


Amplop Bangunan Kawasan Industri JAVA PLYWOOD CENTER




Aktivitas Kerja Kelompok STURAN 4A







Konsep Kawasan Permukiman Industri Java Plywood Center

Justifikasi Konsep Permukiman Mikro
Konsep perancangan pada wilayah permukiman adalah Affordable Green Networking. Konsep affordable (terjangkau) berkaitan dalam pengadaan perumahan di industri yaitu perumahan terjangkau yang diperuntukkan bagi buruh industri di kawasan tersebut. Seperti yang telah diketahui bahwa kondisi perekonomian buruh industri tergolong dalam menengah ke bawah atau memiliki daya beli yang rendah. Selain itu, penyediaan perumahan terjangkau dinilai masih kurang di pasaran. Hal tersebut menjadikan masyarakat berpenghasilan rendah kesulitan dalam mengakses perumahan terjangkau. Sehingga penyediaan perumahan terjangkau ini selanjutnya dapat mengakomodasi kebutuhan rumah bagi para buruh industri tersebut.
 AFFORDABLE
GREEN
NETWORKING”
Konsep Green Networking yang diterapkan mengedepankan aspek lingkungan di kawasan permukiman karena jaraknya yang saling berdekatan dengan kawasan industri. Aspek lingkungan dalam konsep Green Networking tersebut salah satunya adalah menyediakan jalur hijau yang dapat menghubungkan kawasan permukiman ke kawasan industri.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan isu permasalahan yang terdapat baik di wilayah mikro, messo hingga makro pun saling berkaitan, seperti permasalahan lingkungan, adanya rob, jalan rusak yang terdapat di wilayah mikro juga berkaitan dengan permasalahan yang terdapat di lingkup messo yaitu tidak adanya integrasi antar wilayah khususnya dibidang perindustrian, hingga menyebabkan terjadinya permasalahan dengan cakupan yang lebih luas yaitu terjadinya kesenjangan perekonomian dan sektor perindustrian yang belum mampu menjadi penyokong perekonomian di Kabupaten Kendal. Permasalahan yang terdapat dalam lingkup messo dan makro tersebut haruslah dapat terselesaikan dengan adanyan konsep yang saling mendukung dan dimulai dari konsep mikro. Konsep Green Networking yang menekankan pada keramahan lingkungan, keefektifan kawasan karena mengacu pada bentuk compact, dan integrasi antara fungsi permukiman dengan kawasan industri tentu merupakan sangat mendukung konsep messo maupun makro.
Affordable Green Networking merupakan konsep yang pembangunan yang berbasis lingkungan dengan menekankan pula pembangunan yang compact dan terintegrasi, serta mempertimbangkan keterjangkauan. Konsep di wilayah mikro ini tentu sangat mendukung smarth growth yang merupakan konsep messo, dimana smarth growth juga merupakan konsep pembangunan yang berbasis lingkungan dan menekankan adanya integrasi yang baik antar fungsi kawasan. Dengan demikian, keseluruhan konsep baik yang berada di wilayah mikro maupun messo akan sangat mendukung pembangunan kawasan industri yang berkelanjutan atau sustainable industrial development yang merupakan konsep besar yang mencakup wilayah makro.


 Indikator Konsep Permukiman Mikro
Indikator konsep mikro permukiman “Affordable Green Networking” merupakan turunan dari prinsip konsep “Smart Industrial Development”. Terdapat 7 prinsip yang menjadi indikator dalam penerapan konsep mikro permukiman, yaitu :
A.     Mixed land used
§  Terciptanya kawasan permukiman yang efisien penggunaan lahan dan penyediaan sarana prasarana dengan adanya prinsip mix land used.
B.      Cost effetiveness
§  Tersedianya perumahan tipe 21 dengan luas lantai bangunan 21 m2 yang dapat dijangkau oleh buruh industri.
C.     Compact building
§  Terciptanya kawasan permukiman yang memiliki aktifitas terpusat dan efisiensi dalam penggunaan lahan.
§  Terciptanya efisiensi dalam penyediaan sarana dan prasarana.
D.     Preserve open space
·      Terciptanya green belt sebagai barrier antara kawasan permukiman dan industri.
·      Terciptanya ruang terbuka hijau (RTH) pasif dan aktif sebesar 30% dari luas kawasan permukiman.
E.       Sense of place
§  Terbentuknya suatu landmark yang dapat menciptakan suasana ciri khas dari kawasan permukiman.
F.       Wakable Neighborhood
§  Terciptanya aktivitas jalan kaki karena pembangunan kawasan yang compact.
§  Tersedianya jalur non motorized yang ditujukan untuk mengakomodasi pejalan kaki dan pesepeda.
G.     Multiple transportations
§  Tersedianya shelter bus sebagai titik pergantian moda transportasi kawasan industri dan permukiman.
§  Tersedianya transportasi massal yang nyaman, efektif, dan ramah lingkungan.

 Penerapan Konsep Permukiman Mikro
Berdasarkan konsep perancangan pada kawasan permukiman yaitu Affordable Green Networking yang merupakan turunan dari konsep Smart Industrial Development , maka dapat diturunkan beberapa penerapan antara lain :
A.   Efisiensi penggunaan lahan dan sarana prasarana
Efisiensi  penggunaan lahan dan sarana prasarana termasuk dalam salah satu prinsip Smart Growth yaitu prinsip Compact. Kaitannya dengan konsep Affordable adalah dengan menerapkan efisiensi penggunaan lahan dan sarana prasarana maka biaya pembangunan akan minimal.
B.    Penyediaan rumah terjangkau
Bentuk penyediaan rumah terjangkau ini adalah dengan menyediakan perumahan tipe 21 yaitu dengan luas tanah sebesar 72 m2 dan luas lantai bangunan 21 m2, yang dapat diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah utamanya buruh industri.
C.   Penyediaan titik pergantian angkutan kawasan permukiman – industri (halte angkutan)
Dalam hal menghubungkan kawasan permukiman dan kawasan industri maka di wilayah perancangan akan disediakan halte angkutan umum sebagai titik pergantian bus dari dan keluar permukiman. Sedangkan untuk sarana bus sendiri akan disediakan oleh kawasan industri, dimana bus tersebut akan beroperasi di 2 kawasan. Penyediaan sarana transportasi di kawasan permukiman dan industri dimaksudkan untuk meminimalisasi biaya transportasi buruh industri dan untuk mempermudah mobilisasi warga tersebut untuk menuju lokasi kerja.
D.   Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (Aktif dan Pasif)
Ruang terbuka hijau yang akan direncanakan adalah berupa green belt di kawasan permukiman sebagai upaya untuk menimimalisasi kebisingan dan menyerap polutan.
E.    Penyediaan jalur non-motorize
Jalur non-motorize yang akan disediakan adalah berupa pedestrian ways dan jalur khusus sepeda. Penyedian jalur non-motorize ditujukan untuk mengakomodasi pejalan kaki dan pesepeda yang ada di kawasan permukiman.
F.    Menciptakan Ciri Khas Kawasan (Landmark)
Pembuatan Landmark kawasan dimaksudkan untuk memberikan kesan khas yang timbul dari perumahan atau hunian. Landmark yang terdapat pada hunian perencanaan adalah berupa patung.
Penerapan konsep tersebut disesuaikan dengan permasalahan yang terdapat di kawasan perancangan. Masing-masing permasalahan akan diselesaikan dengan indikator-indikator konsep yang telah ditentukan. 

Konsep Kawasan Industri Java Plywood

Konsep Mikro Segmen 2
Segmen 2 merupakan wilayah yang memiliki lokasi paling strategis diantara 2 segmen lainnya. Letaknya yang berada diantara segmen 1 dan segmen 3 serta dilalui oleh jalan menuju pelabuhan Kendal memberikan keuntungan lebih dalam pengembangan industri karena bisa mempermudah proses distribusi bahan baku ataupun bahan hasil produksi. Dalam pengembangan kawasan permukiman, konsep yang diusung oleh kawasan industri dan permukiman adalah “Integrated-Eco Balance Industrial” dengan turunan konsep untuk zona industri adalah “Accessible and Eco-Balance Industrial Centre” sedangkan zona perumahan memiliki konsep “Affordable Green-Netwoking” dalam menunjang Kawasan Industri segmen 2.
Pemilihan kedua konsep tersebut didasarkan pada potensi dan permasalahan, identifikasi karakteristik wilayah serta pemenuhan akan kebutuhan kawasan permukiman bagi pekerja industri dengan tetap mempertimbangkan ekologi lingkungan. Tidak ada konsep khusus yang menyatukan kawasan industri ataupun permukiman. Namun baik kawasan industri ataupun kawasan permukiman memiliki keterkaitan atau integrasi satu sama lain, terutama dalam hal transportasi dan keseimbangan ekologi. Networking – Accessible merupakan konsep utama yang diusung baik oleh kawasan industri ataupun permukiman.
Transportasi, menjadi hal utama yang akan diintegrasikan satu sama lain dalam pengembangan kawasan segmen 2. Baik kawasan industri dan kawasan permukiman saling mendukung dalam hal transportasi. Transportasi umum menjadi hal utama pengembangan integrasi kawasan permukiman – industri. Para pekerja, baik yang menghuni di kawasan permukiman yang telah disediakan ataupun pekerja yang melakukan commuter nantinya akan menggunakan trasnportasi umum. Selain mengurangi pemakaian kendaraan motorize pribadi, juga untuk menghindari terciptanya titik kemacetan baru.

Kawasan permukiman segmen 2 dikembangkan guna memenuhi kebutuhan rumah bagi para pekerja kawasan industri. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kawasan permukiman akan menyediakan jumlah rumah lebih dari jumlah pekerja guna mengatasi ledakan penduduk yang diprediksikan akan terjadi dikemudian hari karena pengembangan kawasan industri di Kecamatan Kaliwungu. Perumahan yang direncanakan juga merupakan perumahan dengan harga terjangkau dengan tipe sederhana untuk pekerja industri. Sehingga dengan penghasilan yang mereka, mereka bisa memiliki rumah tersebut.
Selain itu, baik kawasan permukiman ataupun kawasan industri sama-sama mengutamakan efisiensi penggunaan lahan, menggunakan lahan dengan seefisien mungkin dalam pembangunan, sehingga aspek ekologi lingkungan dapat tetap terjaga guna menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem.


 Justifikasi Konsep Industri Mikro
Pada delineasi kawasan Industri di Kecamatan Kaliwungu Kendal adalah kawasan yang dikembangkan untuk perkembangan industri Kendal. Pada bagian central kawasan industri dilewati jalan menuju pelabuhan yang akan menjadi akses utama kawasan industri menuju pelabuhan Kendal. Sehingga pada kawasan sentral perlu dirancang sebaik mungkin untuk menampung lalu lintas truk barang untuk mendistribusikan hasil industri.


Jenis industri yang akan dikembangkan adalah industri Kayu Lapis yang memiliki limbah cukup berbahaya sehingga konsep yang diterapkan adalah antisipasi dalam pengolahan limbah. Limbah serbuk kayu akan di olah kembali menjadi furniture, sedangkan limbah cairnya akan diolah dan dinetralkan sebelum dibuang agar tetap ramah lingkungan.


Indikator Konsep Mikro
Adapun indikator dari konsep yang diusung baik oleh kawasan permukiman ataupun kawasan industri adalah :
1.        Tersedianya shelter di setiap kawasan, baik kawasan permukiman ataupun industri sebagai titik pergantian bus untuk transit pekerja.
2.        Efisien dalam penggunaan lahan dengan tetap mempertahankan aspek ekologi lingkungan, ditunjukkan dengan tetap mempertahankan komposisi 30 : 70 = RTH : Terbangun. Selain itu juga dengan pembuatan green belt di dua kawasan.
3.        Tersedianya jalur bagi pejalan kaki, baik di kawasan industri ataupun kawasan permukiman didukung dengan kondisi asri bagi pejalan kaki dan permukiman.


Konsep Industri Mikro
Zona industri akan menerapkan konsep pengembangan industri Accessible and Eco-Balance Industrial Centre yang mengusung point accessible dan Eco-Balance, berikut penjelasannya.
·           Accessible
Menurut Black (1981) Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Menurut Magribi bahwa aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan dari sebuah sistem (Magribi, 1999).
   Tingkat aksesibilitas dapat dilihat dari banyak sedikitnya jaringan yang tersedia. Semakin banyak jaringan semakin mudah aksesibilitasnya. Selain itu tingkat aksesibilitas diukur berdasarkan ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar, dan kualitas jalan. Aksesibilitas ini diharapkan dapat mengatasi beberapa hambatan mobilitas, misalnya dalam kawasan perindustrian kemudahan aksesibilitas dapat dilihat dari jaringan yang menghubungkan dengan tempat distribusi. Kemudahan aksesibilitas dari kawasan permukiman ke kawasan industri. Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, morfologi, dan laut.
Kawasan industri ini terletak di lokasi strategis yang dilewati jalan menuju pelabuhan, topografinya juga datar. Letak kawasan ini juga berada di tengah-tengah industri kedua industri lainnya. Sehingga kawasan ini memiliki potensi kemudahan aksesibilitas dalam mendistribusikan hasil produksi ke pelabuhan maupun menuju permukiman karena jalannya yang lebar dan kualitas yang baik.
·           Eco-Balance
Eco balance merupakan penurunan dari Konsep Eco Industrial Park (EIP), yang selanjutnya disebut Kawasan Industri Ramah Lingkungan (KIRL) merupakan suatu pendekatan yang mengintegrasikan kegiatan bisnis dan pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kinerja kawasan industri dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. EIP didefinisikan sebagai pemusatan komunitas industri dan jasa dalam suatu kawasan, yang saling bekerjasama dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya (informasi, energi, air, bahan baku, infrastruktur  dan lingkungan) untuk meningkatkan kinerja lingkungan, ekonomi, dan sosial (Lowe, 2001).Ekologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan sesamanya dan makhluk hidup dengan komponen sekitarnya. Konsep-konsep ekologi yang biasa diterapkan pada pembangunan adalah konsep pembangunan yang ramah lingkungan. Pembangunan kawasan industri biasanya tidak lagi memperhatikan kelestarian lingkungan karena para pengusaha lebih mementingkan profit oriented dengan memaksimalkan pembangunan sehingga tidak ada lagi ruang terbuka hijau, selain itu pencemaran limbah dan polusi tidak di perhatikan. Selain itu pengembangan kawasan industry akan meningkatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak terkendali.
Maka dalam pengembangan kawasan industri ini akan diterapkan konsep keseimbangan lingkungan seperti dengan pembuatan greenbelt sehingga dapat mencegah ekspansi lahan pertanian, penerapan pengelolaan limbah ramah lingkungan, menggunakan teknologi tinggi untuk mengurangi polusi udara yang diakibatkan produksi kayu lapis.


 Justifikasi Konsep Industri Mikro
Konsep yang diusung adalah yang dapat menyelesaikan permasalahan di delineasi area industri segmen 2 dan menngembangkan potensi yang terdapat pada kawasan tersebut. Lokasi yang sangat strategis dengan melihat potensi jalan yang menuju ke pelabuhan Kendal yang melintasi kawasan Industri. Jalan tersebut akan menjadi akses utama bagi truk-truk pembawa hasil produksi dari berbagai industri menuju ke pelabuhan untuk didistribusikan. Sehingga untuk menciptakan akses yang mudah dan nyaman maka kami akan merancang kawasan Industri yang aksesibel mudah dijangkau dari industri disekitarnya menuju ke pelabuhan. Selain itu konsep aksesibel ini akan memberikan pelayanan bagi para pekerja yang menempati perumahan pekerja di sebelah selatan kawasan Industri dengan penyediaan bus karyawan dengan konsep TOD dari kawasan perumahan ke kawasan Industri. Dalam mencapai konsep TOD akan ada penyediaan pedestrian ways di kawasan Industri.

Pengaplikasian konsep eco-balance ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan lingkungan dengan adanya pengembangan kawasan industri. Pembangunan kawasan industri di areal tersebut membutuhkan reklamasi dari tambak menjadi bangunan gedung Industri sehingga harus memperhatikan daya dukung lahan. Selain itu permasalahan limbah dan polusi udara sering diabaikan oleh para investor industri, maka desain pembangunan ramah lingkungan akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Kedua konsep tersebut akan mendukung konsep meso yaitu Smart Industrial Development, serta otomatis akan mendukung konsep makro yaitu Sustainable Industrial Development.

Konstelasi Wilayah Perancangan

 Peta Kedungsepur

Peta Kabupaten Kendal

 Peta Konstelasi Wilayah Perancangan

Amplop Bangunan




Konsep Kawasan Industri Kedungsepur

 Konsep Makro
Konsep makro yang diangkat dalam perancangan kawasan industri di Kedungsepur adalah Konsep Sustinable Industrial Estate Development dimana kawasan industri selain ditujukan untuk mengangkat perekomian juga tetap memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

 Justifikasi Konsep Makro
Kawasan Kedungsepur merupakan Kawasan Tertentu yang terdapat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dengan demikian wilayah ini direncanakan sebagai pusat pertumbuhan nasional guna mendorong terjadinya pertumbuhan wilayah secara lebih optimal, maka diperlukan adanya kerjasama antar daerah di kawasan Kedungsepur. Usaha-usaha yang dilakukan dalam mendorong terjadinya kerjasama antar daerah tersebut sangat diperlukan, diantaranya dengan menggali sektor-sektor potensial lintas daerah. Sebagai akibat dari adanya keterkaitan antar daerah dalam wilayah Kedungsepur adalah terjadinya aliran barang, jasa ataupun manusia yang cukup besar. Terpusatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang menciptakan kesenjangan ekonomi yang mencolok di Kawasan Kedungsepur.Kondisi yang demikian dikarenakan keberadaaan pelabuhan internasional, bandara, dan stasiun kereta api yang hanya terdapat di wilayah Kota Semarang.
Berdasarkan data PDRB Kedungsepur Tahun 2005 menunjukkan Kota Semarang menyumbang Rp 16.361.862,38 atau 52,88% (Martono, 2008), sangat menunjukkan kesenjangan antara Kota Semarang dengan wilayah disekitarnya. Industri menjadi salah satu sektor yang cukup diminati di Kota Semarang, kapasitas produksi dan tingginya mobilitas di kawasan industri meningkatkan jumlah industri dan permintaan akan lahan di Kota Semarang. Tidak hanya industri, Kebutuhan akan lahan untuk kebutuhan permukiman dan pelayanan publik membuat harga lahan di Kota Semarang semakin tinggi. Untuk itu, pengembangan industri di Kota Semarang membutuhkan modal investasi yang besar.
Dalam rangka menyiasati kebutuhan investasi yang begitu besar guna pengembangan kawasan industri, membuat pelaku industri memilih lahan di luar Kota Semarang yang relatif lebih murah. Pemilihan lahan di luar Kota Semarang ini juga berdampak pada pengurangan kepadatan kawasan industri yang ada. Selain itu juga bisa mengarahkan investasi menuju kawasan lain di luar Kota Semarang, sehingga dapat menjadi pemicu dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten lain di Kedungsepur , yang secara langsung juga meningkatkan perekonomian Kedaungsepur.
Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan kawasan industri baru adalah kawasan yang memiliki aksesibilitas mudah didukung dengan lahan yang telah peruntukannya sebagai pengembangan kawasan industri, serta murah dari segi investasi (UMR rendah, telah tersedia sarana maupun prasarana penunjang, dan harga lahan relatif murah). Oleh karena itu, dua wilayah yang paling tepat untuk dijadikan lokasi pengembangan industri di luar kota Semarang yaitu Kabupaten Kendal dan Kabupaten Demak, berdasarkan pada kriteria yang telah disebutkan diatas. Kawasan industri yang akan dikembangkan pada kedua kabupaten tersebut tentunya memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) untuk menjaga keselarasan antara ekonomi, sosial dan lingkungan. Sustainable development merupakan suatu konsep berkelanjutan yang berusaha menyelaraskan antara pertumbuhan ekonomi dan sosial dengan kelestarian alam dan lingkungan. Sedangkan kawasan industri (industrial estate) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Kota Semarang memiliki topografi yang cenderung beragam sehingga pengembangan kawasan industri di kabupaten ini tidak dapat dijadikan sebagai lokasi perindustrian berat seperti pengolahan logam. Berbeda halnya dengan topografi Kabupaten Kendal dan Kabupaten Demak yang cenderung datar mendukung pengembangan industri berat di dua kabupaten tersebut. Dengan kondisi yang demikian, Kota Semarang, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Kendal bisa saling berintegrasi dalam hal pengembangan industri sehingga bisa saling terintegrasi satu sama lain.
Integrasi dalam hal ini adalah adanya keterkaitan antar masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur pada aktivitas perindustrian. Konsep sustainable yang ada adalah suatu arahan dimana integrasi ataupun keterkaitan merupakan hal utama dalam penyelenggaraan aktivtas industri agar dapat semakin memberikan kontribusi dalam pengembangan kabupaten/kota di Kedungsepur.

Setiap kabupaten dan kota dapat saling mendukung khususnya dalam hal mobilisasi aktivitas perindustrian, baik distribusi bahan baku maupun hasil produksi. Integrasi tersebut akan sangat nyata terlihat jika aktivitas perindustrian tersebut terhubung oleh suatu jaringan infrastruktur seperti rel kereta, jalan, pelabuhan, dan bandara. Pembangunan sarana dan prasarana di kabupaten/kota Kedungsepur bukan lagi untuk internal wilayah kabupaten/kota itu sendiri, tetapi juga harus mampu mendukung aktivitas perindustrian dari wilayah lain di dalam Kedungsepur. Salah satu yang dapat diterapkan pada pengintegrasian aktivitas perindustrian tersebut adalah konsep dry port. Penerapan konsep dry port pada mobilisasi perindustrian merupakan hal yang sangat tepat untuk semakin mengoptimalkan integrasi antar wilayah. Sebagai contoh, untuk aktiivitas perindustrian dari Kabupaten Demak ataupun Grobogan dapat melalui pelabuhan yang terdapat di Kota Semarang yang sebelum menuju pelabuhan tersebut distribusi melalui jalur darat kereta api ataupun jalan sesuai yang terdapat di masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian pelabuhan ataupun sarana dan prasarana yang terdapat di Kota Semarang pun secara tidak langsung sudah mendukung aktivitas perindustrian wilayah lain dan antara kabupaten/kota di Kedungsepur dapat terintegrasi.
Didalam konsep Sustainable Industrial Estate Development, terdapat tema utama yakni berupa Sustainable Development yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, efisien, dan memperhatikan keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi yang akan datang (Kesepakatan global yg dihasilkan KTT Dunia di Rio de Janeiro Brazil, 1992).

Indikator Konsep Makro
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan konsep Sustainable Industrial Estate Development, maka terdapat beberapa indikator yang harus dicapai yakni:
1.        Terciptanya lingkungan yang livable, sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi,dll);
2.        Terpenuhinya open space yang sesuai di kawasan industri dengan pengadaan greenbelt pada kawasan industri dan ruang terbuka aktif dan pasif di kawasan permukiman dengan luas total 30% dari kawasan;
3.        Terwujudnya lingkungan sehat dalam mendukung pembangunan kawasan industri dengan menerapkan teknologi yang meminimalisir polusi dan pengadaan sistem IPAL yang ramah lingkungan ;
4.        Tersedianya fasilitas untuk mengurangi angka ketergantungan pada kendaraan pribadi dengan penerapan TOD untuk pekerja pabrik yang tinggal di permukiman khusus industri;
5.        Terbentuknya suatu rancangan kawasan industri yang mempunyai nilai estetika dengan perencanaan blok-blok kawasan Industri yang terintegrasi dengan permukiman dengan suatu konsep yang sama;
6.        Terciptanya sirkulasi dan pergerakan manusia, barang dan jasa yang mendukung aktivitas industri dengan perbaikan atau penambahan jalur darat sehingga memperlancar pergerakan manusia dan barang;
7.        Terwujudnya kinerja infrastruktur sesuai Standar Ketersediaan Infrastuktur Kawasan Industri (Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri) yang mendukung industri. Bentuknya dengan melengkapi kawasan industry dengan infrastruktur jalan, listrik, IPAL, sanitasi, air bersih, persampahan, drainase, telekomunikasi yang mendukung kegiatan industry serta kehidupan sehari-hari masyarakat di perumahan;
8.        Meningkatnya kontribusi sektor industri di PDRB pada masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur; serta

9.        Terciptanya integrasi dalam distribusi barang di kawasan Kedungsepur melalui jalur darat dan laut dengan pengembangan dryport.